بِسْÙ…ِ ٱللَّٰÙ‡ِ ٱلرَّØْÙ…َٰÙ†ِ ٱلرَّØِيمِ
Urgensi Pembukaan Jurusan Antropologi Islam di PTKIN: Menjawab Tantangan Kajian Sejarah Peradaban Islam Nusantara dan Dunia
Oleh : Tuan M Yoserizal Saragih, M.I.Kom
Pandangan terhadap Islam di Indonesia dan dunia kini membutuhkan perspektif yang lebih luas, dinamis, dan berbasis pada kajian lapangan. Maka dari itu, muncul urgensi bagi pembukaan Jurusan Antropologi Islam di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Di tengah tantangan globalisasi yang terus berkembang, serta kebutuhan mendalam akan pemahaman tentang sejarah dan budaya Islam yang lebih kontekstual, jurusan ini hadir sebagai solusi.
Artikel ini mengajak kita untuk menggali lebih dalam mengenai pentingnya jurusan ini, serta dampaknya terhadap pengembangan studi Islam yang lebih kontekstual, khususnya dalam memahami sejarah peradaban Islam di Nusantara yang kerap terlupakan.
Menghidupkan Sejarah Peradaban Islam yang Terbengkalai
Peradaban Islam di Nusantara telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan Islam di dunia. Namun, banyak aspek dari sejarah ini yang tidak banyak mendapat perhatian, bahkan terpinggirkan dalam kajian utama. Sebagian besar kajian tentang Islam berfokus pada pusat-pusat kekuasaan besar seperti Mekkah, Madinah, atau Bagdad, sementara peran masyarakat lokal sering kali tidak tergali dengan maksimal. Padahal, kontribusi komunitas pesantren, komunitas pesisir, dan berbagai kelompok Islam lokal sangatlah besar dalam penyebaran dan perkembangan Islam yang lebih mudah diterima oleh masyarakat adat.
Melalui pendekatan antropologi, kita dapat menggali lebih dalam mengenai kehidupan sosial, budaya, dan praktik keagamaan umat Islam, terutama yang bersifat lokal. Pendekatan ini akan memberikan kesempatan untuk mempelajari Islam dari bawah, dan meneliti bagaimana ajaran agama ini berinteraksi dengan tradisi lokal dalam berbagai bentuk yang lebih inklusif. Seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra dalam bukunya "Islam Nusantara adalah Kita", bahwa identitas Islam Nusantara bukan hanya hasil penyebaran agama dari luar, melainkan juga produk dari interaksi antara ajaran Islam dengan budaya lokal yang beragam. Dengan memanfaatkan metode antropologi, kita dapat menelusuri lapisan-lapisan sejarah yang mungkin tidak terlihat dalam narasi dominan (Azyumardi Azra, "Islam Nusantara adalah Kita", Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 6 Maret 2015, Link).
Integrasi Ilmu Keislaman dan Ilmu Sosial Humaniora
Pendekatan keilmuan yang hanya fokus pada aspek normatif-teologis Islam perlu diperluas untuk merespons kompleksitas masalah yang ada. Jurusan Antropologi Islam akan mengintegrasikan ilmu keislaman dengan ilmu sosial dan humaniora. Ini adalah langkah penting untuk menghasilkan kajian Islam yang tidak hanya mendalami teks-teks kitab suci atau hukum, tetapi juga menjawab bagaimana Islam dipraktikkan dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Dalam pandangan Talal Asad, antropologi berfungsi untuk memahami Islam tidak hanya sebagai suatu ajaran universal yang kaku, tetapi sebagai sebuah sejarah panjang interpretasi yang berubah sesuai dengan konteks sosial dan budaya. Dalam artikelnya, Asad menyatakan bahwa "Islam is not a universal essence, but a particular history of interpretation". Pendekatan ini akan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang cara-cara Islam dimaknai dan diterapkan dalam berbagai masyarakat (Talal Asad, "Discourse of the Secular and the Practice of Anthropology", Link).
Menjawab Tantangan Globalisasi dan Pluralisme
Dunia Muslim saat ini menghadapi tantangan besar yang datang dari proses globalisasi yang semakin cepat. Di tengah interaksi budaya yang semakin intens, banyak komunitas Muslim yang terjebak dalam konflik identitas, baik di dalam negeri maupun di tingkat global. Dalam konteks ini, jurusan Antropologi Islam menawarkan solusi dengan mengkaji dinamika tersebut melalui lensa budaya dan sosial.
Jurusan ini dapat melahirkan intelektual Muslim yang memahami bagaimana ajaran Islam harus diposisikan dalam konfrontasi dengan sekularisme, pluralisme, dan tantangan modernitas lainnya. Sebagai contoh, menurut laporan Global Terrorism Index 2023, radikalisasi di Indonesia, terutama di kalangan pemuda, masih menjadi masalah yang signifikan. Kajian ini dapat membantu untuk mengembangkan solusi yang berbasis pada budaya lokal dan dialog antarbudaya untuk mengatasi masalah radikalisasi yang terus berkembang di kalangan generasi muda (Global Terrorism Index 2023, Link).
Penguatan Moderasi Beragama dan Dialog Antarbudaya
Salah satu fungsi utama yang dapat dijawab oleh jurusan Antropologi Islam adalah penguatan moderasi beragama. Seiring dengan meningkatnya pluralitas agama dan budaya di Indonesia, terdapat kebutuhan yang mendalam untuk memperkuat pemahaman tentang Islam yang toleran dan moderat. Jurusan ini, dengan pendekatan antropologisnya, bisa menjadi sarana untuk mengembangkan dakwah yang lebih inklusif dan berbasis pada pemahaman budaya lokal.
Di Indonesia, gagasan mengenai Islam Wasathiyah—Islam yang moderat dan toleran—telah diusung oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama Indonesia, menegaskan bahwa PTKIN memiliki DNA untuk membentuk intelektual Islam yang mengedepankan prinsip Islam yang moderat dan seimbang. Menurutnya, PTKIN harus mampu menanggapi tantangan global dengan pemikiran yang seimbang dan berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang moderat dan adaptif terhadap perubahan zaman (Lukman Hakim Saifuddin, "Menag: DNA PTKIN adalah Islam Wasathiyah", Kementerian Agama RI, 29 Januari 2018, Link).
Rekomendasi untuk Pengembangan Jurusan Antropologi Islam
Penyusunan kurikulum yang mengintegrasikan kajian antropologi dengan ilmu keislaman menjadi langkah pertama yang harus diambil. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan mahasiswa yang memiliki wawasan yang luas tentang Islam dalam konteks sosial dan budaya, serta dapat memahami bagaimana agama berinteraksi dengan masyarakat.
Selain itu, perlu ada kolaborasi dengan universitas internasional yang sudah memiliki reputasi dalam bidang antropologi Islam, seperti Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko dan Universitas Al-Azhar di Mesir. Dengan memperluas jaringan akademik internasional, PTKIN dapat memperkaya kajian yang ada, serta memperkenalkan mahasiswa kepada perspektif yang lebih global mengenai peran dan penerapan Islam di berbagai budaya (Al-Qarawiyyin, Link, Al-Azhar, Link).
Penting juga untuk mendorong penelitian lapangan sebagai bagian integral dari pendidikan di jurusan ini. Dengan cara ini, mahasiswa dapat mempelajari Islam langsung dari praktik sosialnya di lapangan, dan tidak hanya terfokus pada teori dan teks.
Kesimpulan
Pembukaan jurusan Antropologi Islam di PTKIN adalah sebuah langkah strategis yang sangat diperlukan untuk menjawab tantangan yang dihadapi dunia Muslim saat ini. Melalui pendekatan antropologi, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai sejarah, budaya, dan sosial masyarakat Muslim, terutama dalam konteks Indonesia yang kaya akan keragaman. Selain itu, jurusan ini dapat membantu membentuk intelektual Muslim yang moderat, inklusif, dan siap menghadapi tantangan global. Oleh karena itu, sudah saatnya PTKIN membuka jurusan ini untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi yang berbasis pada kajian kontekstual dan interdisipliner.
( Penulis adalah Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara )
صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØَÙ…َّد صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ
0 Komentar