بِسْÙ…ِ اللهِ الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِÙŠْÙ…ِ
Bulan Ramadan adalah momen spiritual yang penuh keberkahan, di mana umat Islam diundang untuk memperdalam hubungan dengan Allah SWT, memperbaiki akhlak, dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan. Dalam konteks pendidikan, bulan ini menjadi peluang besar untuk membentuk karakter siswa yang beriman, bertakwa, dan berkepribadian luhur. Usulan meliburkan siswa selama sebulan penuh bertujuan memberikan ruang pembelajaran di luar sekolah yang fokus pada aspek keagamaan, sosial, dan spiritual. Namun, kebijakan ini memerlukan pendekatan holistik dengan melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk memastikan pembelajaran tetap berlangsung serta mendukung pertumbuhan karakter generasi muda secara utuh.
Faktor Kelayakan Kebijakan Libur Ramadan
1. Efektivitas Pembelajaran (40%)
Strategi yang dapat dilakukan mencakup penyelenggaraan program pesantren kilat, proyek berbasis rumah, dan pembelajaran daring berbasis nilai-nilai Islam. Dengan pendampingan guru, efektivitas mencapai 70–80% yang menciptakan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran berbasis iman dan amal. Tanpa pendampingan terarah, efektivitas turun ke 40–50%, sehingga dibutuhkan sinergi antara guru, orang tua, dan masyarakat.
2. Pemenuhan Nilai Agama (30%)
Strategi melibatkan tadarus, hafalan Al-Qur'an, kajian fikih, serta praktik nilai-nilai Ramadan seperti sedekah, sabar, dan gotong royong. Dengan program terstruktur, keberhasilan aspek ini dapat mencapai 80–90%, sejalan dengan visi pendidikan Islam yang menekankan keseimbangan antara iman, ilmu, dan amal.
3. Kesiapan Siswa dan Orang Tua (20%)
Strategi dengan memberikan edukasi kepada keluarga agar mampu mengawasi, membimbing, dan memotivasi siswa untuk aktif dalam program Ramadan. Dengan dukungan orang tua, persentase kelayakan dapat mencapai 60–70%. Kolaborasi dengan keluarga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan akhlak mulia.
4. Faktor Sosial dan Mental (10%)
Strateginya adalah mendorong siswa untuk mengikuti kegiatan berbasis kolaborasi sosial seperti gotong royong, kerja amal, dan berbagi kepada sesama. Dengan arahan positif dari tokoh masyarakat dan keluarga, kelayakan dapat mencapai 70%, memberikan dampak signifikan pada penguatan nilai-nilai sosial.
Peran Keterlibatan Masyarakat
Masyarakat memiliki peran strategis sebagai fasilitator pembelajaran alternatif, penyedia logistik dan fasilitas, mentor, serta penggerak kegiatan sosial kolaboratif. Komunitas masjid, organisasi sosial, dan lembaga keagamaan dapat menyelenggarakan pesantren kilat, kajian Al-Qur'an, lomba keagamaan, atau kegiatan sosial seperti berbagi sembako.
Regulasi Penunjang Kebijakan
Dasar hukum berlandaskan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 dan 37. Sekolah wajib menyusun Program Kegiatan Ramadan (PKR) berbasis spiritualitas, sosial, dan akademik dengan melibatkan masyarakat. Monitoring dilakukan secara berkala oleh tim gabungan dari sekolah, masyarakat, dan tokoh agama.
Rekomendasi Strategis untuk Implementasi
Kolaborasi tripihak antara sekolah, orang tua, dan masyarakat perlu dibangun guna merancang program Ramadan yang relevan. Platform digital dapat dikembangkan untuk pembelajaran mandiri siswa. Guru dan relawan dilatih untuk memastikan pendekatan pembelajaran yang kreatif dan aplikatif. Dana desa atau CSR dapat dimanfaatkan untuk menyediakan fasilitas pendukung secara berkelanjutan.
Mengatasi Tantangan di Wilayah Terpencil
Tantangan siswa di desa terpencil dengan jumlah siswa sedikit atau berasal dari sekolah berbeda dapat diatasi dengan berbagai cara. Strategi pembelajaran berbasis komunitas dapat melibatkan tokoh agama, balai desa, atau masjid untuk menyelenggarakan kegiatan kolaboratif. Penggunaan teknologi daring, mentor lokal, dan proyek mandiri berbasis tugas rumah juga dapat menjadi solusi efektif. Sekolah yang berdekatan bisa bekerja sama dalam menyelenggarakan kegiatan bersama, misalnya pesantren kilat gabungan atau sesi kolaboratif di akhir pekan. Dukungan pemerintah desa atau lembaga lokal seperti CSR untuk menyediakan fasilitas pembelajaran daring dan logistik juga sangat penting.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis, kebijakan ini memiliki potensi kelayakan tinggi (75–85%) jika ada sinergi kuat antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Sebaliknya, kelayakan hanya mencapai 40–50% jika tidak didukung dengan arahan yang jelas. Libur sebulan penuh selama Ramadan adalah kebijakan inovatif yang mampu memperkuat pendidikan karakter, spiritualitas, dan kompetensi sosial siswa untuk mengerti bagaimana sebenarnya hidup tertib dan terpimpin dimasyarakat. Dengan pendekatan yang holistik dan sinergis, kebijakan ini menjadi langkah nyata dalam menyongsong generasi religius dan profesional menuju Indonesia Emas 2045.
Penulis,Tuan M Yoserizal Saragih, M.I.Kom
Wakil Dekan 3 FIS UIN Sumut
صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØَÙ…َّد صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…
0 Komentar